Thursday 31 March 2011

Islam di Andalusia, Spanyol

Sebelum kedatangan Islam, Andalusia diperintah oleh seorang pemimpin dari bangsa Ghotic yang sangat lalim yaitu Raja Roderick. Kaum Muslim tiba di pantai benua Afrika dipimpin oleh Thariq bin Ziyad pada tahun 711, dengan jumlah pasukan hanya sekitar dua belas hingga tujuh belas orang saja berhasil mengalahkan tentara Roderick yang berjumlah sekitar seratus ribu orang di daerah tepi Guadalete. Sultan Roderick pun tewas walaupun ada yang mengatakan bahwa Sultan lalim itu hilang tak jelas rimbanya, yang mengagumkan rakyat negeri ini menyambut kedatangan kaum muslim yang telah membebaskan mereka dari Raja lalim yang membuat hidup mereka bagai di neraka.

Thariq bersama Musa (yang waktu itu merupakan gubernur wilayah Afrika kekhalifahan Bani Umayah) terus memperluas wilayah kekuasaan Islam di bumi Andalusia dengan bantuan penduduk yang terkesan dengan keluruhan akhlak para prajurit muslim. Perlahan-lahan penduduk Andalusia mulai memeluk agama Islam tanpa paksaan, dan yang masih mempertahankan agama Nasrani dan Yahudi tetap diperlakukan dengan baik dan diberi kebebasan untuk melakukan ibadah mereka selama tidak mengganggu umat Muslim . Itulah awal cahaya Islam menerangi bumi ini, membebaskan manusia dari kegelapan yang menyelubungi jiwa dan hati mereka dan mengisinya dengan Tauhid yang sesungguhnya, tidak ada Tuhan yang patut disebab melaikan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Setelah terjadi perpindahan kekuasaan dari tangan Bani Umayah di Damaskus, Syiria ke Bani Abasyah di Baghdad, pada tahun 788 H datanglah keturunan Bani Umayyah yaitu Abdurahman I yang kemudian memimpin negeri ini dengan keadilan dan kearifan. Kordoba dibangun dan dijadikan pusat pemerintahan olehnya. Bumi Andalusia diberkahi, cahayanya begitu mempesona karena mereka berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah. Di bawah kepemimpinannya yang dinamis, kaum muslim menjadi umat yang tidak tertandingi dalam segala bidang. Dalam masa ini, Andalusia diperkenalkan dengan metode-metode pertanian baru, sistem irigasi yang sangat menakjubkan, budi daya tebu, kapas, beras dan juga buah-buahan. Tidak ada tanah yang dibiarkan menganggur, kaum muslim mengelolanya tanpa kenal lelah dan dengan keterampilan yang begitu tinggi. Mereka juga unggul dalam bidang industri dengan hadirnya berbagai industri seperti seni pembuatan kertas, gelas dan sutera serta senjata-senjata (senjata buatan Toledo sangat terkenal di mana-mana). Semua dapat terjadi karena setiap muslim pada waktu itu sangat produktif dan pantang bermalas-malasan seperti pemimpinnya. Setiap anggota keluarga menyumbangkan bagian kerjaannya untuk kemashlahatan umat.

Kemajuan dalam industri dan pertanian kemudian didukung oleh hadirnya para saudagar muslim yang terkenal dengan kejujuran dan ketulusan hatinya. Mereka sangat teguh dalam memegang janji dan akhlak mereka mencerminkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Kordoba kemudian berkembang seperti bunga mekar yang harumnya sampai tercium kesekelilingnya membuat banyak orang terpikat karena keharumannya dan terkesima ketika datang menyaksikan kecantikannya. Berbondong-bondong pelajar datang dan menetap di sana. Masjid-masjid dibangun dan menjadi sekolah-sekolah untuk mempelajari agama Islam, Bahasa Arab dan ilmu pengetahuan lainnya. Tak terkecuali orang-orang Nasrani yang berada di negeri-negeri Kristen, mereka turut merasakan kemakmuran dan kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Kordoba menjadi pusat belajar terbesar di Eropa ketika sebagian besar masyarakat di benua itu terjerembab pada masa kegelapan.Puncak kejayaan kekuasaan muslim terjadi pada masa pemerintahan Abdurahman III yang memerintah selama lima puluh tahun. Dia merupakan pemimpin Andalusia pertama yang diberi gelar Khalifah atau Amirul Mukminin.

Begitulah, sebuah perdaban besar yang besandar kepada penghambaan pada Allah SWT telah lahir di bumi Eropa. Ketika Al Quran dan Sunnah dipraktikan dalam setiap aspek kehidupan, baik itu dalam beribadah kepada Allah, berinteraksi dengan orang lain, mengerjar ilmu pengetahuan, berdagang, dan dalam pertempuran, maka kemuliaan dan kemenangan akan diperoleh oleh umat muslim di dunia maupun di akhirat. Karena Islam adalah jalan hidup, bukan sekedar budaya atau seni yang tercermin dari karya-karya fisik dan materi. Peradaban Islam yang sesungguhnya tercermin dari tingkah laku sebagian besar masyarakatnya yang menjunjung nilai moral yang tinggi dan hatinya terikat hanya pada Allah SWT. Hal itulah yang sering terlupakan oleh masyarakat muslim sesudahnya yang kemudian terbuai oleh kelimpahan materi dan terbutakan dari urusan akhirat. Setelah kematian Muhammad bin Abi Amir dan (Khalifah Al Mansur) pada tahun 1002 M kemudian digantikan oleh puteranya Al Muzhaffar yang memerintah hanya selama enam tahun, kekhalifahan Andalusia mulai terpecah menjadi banyak kerajaan kecil (taifa) yang saling berperang satu sama lainnya dan mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan din Islam.

Kondisi perpecahan ini kemudian dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam yang kekuatannya perlahan-lahan bangkit seiring dengan lemahnya keimanan umat Islam. Dengan bantuan senjata dan prajurit salibis, umat muslim menyerang saudara sebangsa mereka dan menghancurkan agama mereka sendiri secara perlahan-lahan. Muslim di Andalusia mulai minum minuman keras dan melewatkan waktu mereka dalam pesta pora. Mereka menjadi konsumtif dan jatuh dalam kondisi korup yang luar bias sehingga rakyat menjadi sedemikian menderita dan mengalami kemiskinan. Dalam kondisi seperti ini, umat Yahudi, yang sebelumnya melayani orang-orang termasyur di negeri-negeri muslim, melihat kesempatan emas yang terbentang luas di hadapan mereka dan mulai mengambil alih segala urusan umat Islam. Di bawah kepemimpinan Alfonso IV pada tahun 1072, kota-kota muslim jatuh ke tangan kaum kristen satu demi satu. Leon, Castilia, Portugis dan berpuncak pada perebutan Toledo setelah pengepungan selama tujuh tahun. Alfonso IV memproklamirkan dirinya sebagai ”Kaisar Spayol” dan mulai menarik upeti dari hampir seluruh taifa yang ada di bumi Andalusia.

Setelah itu pada tahun 1086 Al Mu’tamid dari Seville meminta bantuan dari saudara mereka di Afrika agar bisa dibebaskan dari Alfonso IV yang mengancam agar dia menyerahkan semua bentengnya. Yusuf Bin Tasyfin, gubernur dari Maroko yang sholeh, meresponnya dengan memimpin sendiri pasukannya menuju Andalusia. Kaum muslim berhasil memukul mundur prajurit Alfonso IV dan wilayah Andalusia bisa kembali bersatu dalam kekuasan umat Islam. Cahaya Islam kembali bersinar di negeri ini. Kemudian Kepempimpinan sempat berpindah dari kaum Murabitun kepada Al Muwahhidun pada akhir abad ke 12 dan awal abad 13, sebelum akhirnya kerajaan monarki Spayol dibawah pimpinan Sultan Ferdinand dari Aragon berhasil menaklukan hampir seluruh dataran Andalusia akibat perselisihan dan perang saudara yang menggerogoti kekuasaan kaum muslim. Kordoba jatuh pada tahun 1236, Valencia 1238 dan Seville pada tahun 1248 karena persatuan umat muslimin tak ubahnya sehelai daun kering yang sangat rapuh dan mudah terkoyak. Selama dua setengah abad lamanya Kerajaan Granada di bagian selatan, adalah satu-satunya kerajaan muslim yang tegak berdiri di antara puing-puing kekhalifahan Andalusia. Walaupun sejak lima tahun yang lalu hampir semua kota kecil di daerah yang mengitari Granada seperti Malaga telah jatuh ke tangan kaum kristen. Kota benteng Granada satu-satunya yang tersisa sebagai benteng terakhir umat muslim di bumi Eropa, namun akhirnya jatuh ketangan kaum Kristen pada tahun 1492.

Sumber : Ahmad Thomson dan Muhammad Ata Ur Rahim, Islam Andalusia, Sejarah Kebangkitan dan Keruntuhan, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2004